19 Desember 2014, jadwal saya ambil hasil USG payudara di RS Kanker Dharmais. Pukul 08.30 pagi saya ijin dari kantor dan tidak perlu waktu lama buat saya untuk sampai ke rumah sakit. Saya langsung menuju ke ruang Deteksi Dini Kanker dan diminta menunggu antrian. Pasien pertama dipanggil, petugas bilang "Bu, hasilnya bersih. Silahkan cek lagi tahun depan". Kemudian, petugas yang sama menghampiri saya, "Bu, tunggu sebentar ya. Nanti dokter yang akan menemui ibu". Melihat prosedur yang berbeda, saya yakin hasilnya tidak baik. Lalu seorang dokter perempuan masuk ke ruang konsultasi dan memanggil nama saya. Sang dokter membaca hasil USG saya dan berkata "Ini hasilnya ada tumor sebesar sekian, ganas nih. Gak ada riwayat keluarga yang tumor ya? Duh, kamu masih muda banget. Jadi, mau dilakukan tindakan di sini atau di rumah sakit lain?"
Tunggu, tunggu, tunggu. Apa? Gimana? Maksudnya? Ini sedang membahas hidup saya kan? Bagaimana mungkin dokter tersebut menyampaikannya tanpa beban dan rasa empati sama sekali. Saya diam beberapa detik, lalu hanya berkata, "Saya pakai BPJS. Di sini bisa BPJS?"
"Tinggalnya dimana?"
"Jakarta Xxx"
"Oh, gak bisa kalau begitu. Paling ke RS. Xxx. Atau mau pakai biaya sendiri?"
"Saya rasa, saya harus pikirkan dulu dan diskusi dengan keluarga."
Saya pun mengucapkan terima kasih dan pergi keluar ruangan. Di dalam lift saya masih berusaha mencerna perkataan dokter itu. Saya baca ulang hasil USG dalam perjalanan kembali ke kantor. Bingung, apa yang harus saya lakukan setelah ini? Pukul 10.00 saya sudah tiba di kantor. Teman-teman menyambut dengan pertanyaan, "Bu, kok cepat sih? Periksa apa sih, Bu? Gimana hasilnya?" Saya tersenyum dan menjawab, "It's fine". Saya duduk dan berusaha untuk konsentrasi dengan pekerjaan saya. Namun, 15 menit kemudian saya mengungsikan diri ke dalam kubikel toilet dan menangis. I am going to die soon! Batin saya. Saya mulai dapat mengendalikan diri setelah saya pindah ke mushola dan mengadu pada-Nya. Dan hari itu berhasil kulalui dengan senyum dan tawa.
Sampai di rumah, selama beberapa hari saya tidak keluar kamar, dan minggu berikutnya saya mengalami ups and downs. Betapa beruntungnya saya memiliki suami yang dapat menghibur dan menjadi pelipur lara. Kemudian Allah menuntun saya pada suatu tulisan dari Asma bint Shameem berjudul Whatever Allaah does... it is for-our best! Inilah yang menjadi titik balik dan mengembalikan semangat hidup saya. Alhamdulillah, sungguh beruntungnya saya diberi kesempatan untuk bangkit.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar